Thursday, October 17, 2013

PERENCANAAN PEMBANGUNAN



PERENCANAAN
Djoko Sutarjo (1985). Beberapa Pengertian Perencanaan Fisik. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Usaha untuk memanfaatkan sumber yang tersedia dgn memperhatikan segala keterbatasan, yang berguna untuk mencapai suatu tujuan secara efisien dan efektif.
Soekartawi (1990). Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan: Dengan Pokok Bahasan Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: CV. Rajawali. 
Mengambil suatu kebijakan dengan mempertimbangkan: (1) alternatif terbaik dengan mempertimbangkan skala prioritas; (2) alokasi sumberdaya yang tersedia; (3) kepentingan masy banyak; (4) tujuan yang ingin dicapai; dan (5) kepentingan masa depan.
Bintoro Tjokroamidjoyo (1995). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung. 
Suatu cara atau alat untuk mencapai tujuan. Sebagai alat atau cara, perencanaan memiliki lima arti penting:
  1. pengarahan kegiatan, pedoman pelaksanaan kegiatan;
  2. dapat membuat perkiraan (forecasting) terhadap potensi-potensi, prospek perkembangan, hambatan-hambatan dan risiko yang mungkin dihadapi;
  3. memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif terbaik (the best alternative) dan kombinasi terbaik (the best combination);
  4. dapat dilakukan penyusunan skala prioritas, memilih urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya;
  5. ada alat pengukur atau standar untuk melakukan pengawasan atau evaluasi (control/evaluation).
M. Munandar (1997). Budgeting, Perencanaan Kota, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Edisi I. Yogyakarta: BPFE-UGM. 
Penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas yang akan dilakukan di waktu yang akan datang 
Lincolin Arsyad (1999). Ekonomi Pembagunan. Yogyakarta: Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN  
Suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan atau pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan tertentu pada masa yang akan datang. 
Mengapa Perencanaan Penting ?
Sondang P. Siagian (1989). Perencanaan Pembangunan: Suatu Pengantar. Semarang: Satya Wacana.  
Empat alasan yang mendasari pentingnya suatu perencanaan:
  1. sumber-sumber yang tersedia selalu terbatas, sedangkan tujuan yang hendak dicapai tidak pernah terbatas;
  2. harus selalu memperhatikan kondisi dan situasi dalam masyarakat, baik bersifat positif maupun negatif;
  3. organisasi tidak dapat melepaskan diri dari berbagai jenis pertanggung jawaban;
  4. anggota organisasi dihadapkan pada keterbatasan, baik fisik, mental dan biologis, sehingga harus diusahakan terciptanya suatu iklim kerjasama yang baik.
Alexander Abe (2005). Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan   
  1. ada kebutuhan untuk menjalankan agenda pembangunan scr maksimal, tepat dan hemat dalam menggunakan sumber yang ada
  2. adanya kebutuhan untuk mentransformasikan masyarakat dari tatanan lama ke tatanan baru.   

PEMBANGUNAN
Ibnu Syamsi (1986). Pokok-pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional. Jakarta: CV Rajawali. 
Proses perubahan sistem yg direncanakan dan pertumbuhan menuju ke arah perubahan yg berorientasi pd modernitas, nation building dan kemajuan sosial ekonomi.
Sondang P. Siagian (1993). Administrasi Pembangunan. Jakarta: PT. Gunung Agung
Suatu usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (nations building).  
Bintoro Tjokroamidjoyo (1995). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung
Usaha perubahan dari suatu kondisi kemasyarakatan tertentu ke suatu kondisi kemasyarakatan yg dianggap
lebih baik (lebih diinginkan).
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.  
Proses perumusan alternatif atau keputusan
yang didasarkan pada data dan fakta
yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan kemasyarakatan,
baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,
dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. 

Ciri-Ciri
Bintoro Tjokroamidjoyo (1995). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.   
  1. Peningkatan produktvitas nasional
  2. Berorientasi pada pendapatan per kapita
  3. Mengubah struktur ekonomi
  4. Perluasan kesempatan kerja
  5. Pemerataan pembangunan
  6. Peningkatan lembaga ekonomi masy yg menunjang pembangunan
  7. Ada pentahapan didasarkan pd kemampuan nasional
  8. Terus menerus menjaga stabilitas ekonomi
  9. Tujuan pembangunan yg fundamental dan berjangka panjang.

Unsur-Unsur Secara Umum
  1. Tujuan
  2. Kebijakan
  3. Prosedur
  4. Progres (kemajuan), standar yang akan dicapai
  5. Program

Unsur-Unsur Pokok
Bintoro Tjokroamidjoyo (1995). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.   
  1. Kebijakan dasar atau strategi dasar
  2. Kerangka rencana yg menghubungkan berbagai variabel pembangunan
  3. Perkiraan sumberdaya
  4. Konsistensi kebijakan (fiskal, anggaran, dsb.) 
  5. Program investasi
  6. Administrasi pembangunan (termasuk kelembagaan)

Unsur-Unsur Perencanaan
Ibnu Syamsi (1986). Pokok-pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional. Jakarta: CV Rajawali. 
  1. Apa (what),  materi kegiatan apa yang akan dilaksanakan 
  2. Mengapa (why), alasan memilih dan menetapkan kegiatan tersebut dan mengapa diprioritaskan 
  3. Bagaimana dan berapa (how dan how much), cara dan teknis pelaksanaan dan berapa dana yang tersedia 
  4. Dimana (where), pemilihan tempat strategis untuk pelaksanaan kegiatan 
  5. Kapan (when), pemilihan waktu yang tepat dalam pelaksanaannya
  6. Siapa (who) siapa orang yang akan melaksanaan kegiatan tersebut.  

Unsur-Unsur Perencanaan Pembangunan
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.  
  1. Memilih atau membuat pilihan yang berkenaan dengan skala prioritas  
  2. Mengalokasikan sumberdaya  
  3. Alat untuk mencapai tujuan  
  4. Berhubungan dengan masa yang akan datang  
  5. Merupakan kegiatan yang berkesinambungan 

Prinsip Perencanaan Ideal
Menurut Ginanjar da;a, Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004).
  1. Partisipatif, masyarakat harus turut serta dalam prosesnya;   
  2. Berkesinambungan, tidak hanya berhenti pada satu tahap saja, dan menjamin adanya kemajuan terus menerus;   
  3. Holistik, harus dilihat dari berbagai aspek dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan.   

Jenis-Jenis Perencanaan Pembangunan
Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.  
  1. berdasarkan ruang lingkup, tujuan dan sasarannya: perencanaan nasional, sektoral, dan spasial   
  2. berdasarkan jangkauan dan hierarkinya: perencanaan tingkat pusat dan daerah   
  3. berdasarkan jangka waktu: perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang   
  4. berdasarkan arus informasi atau proses hierarki penyusunannya: top-down planning, bottom-up planning, dan perencanaan kombinasi antara keduanya   
  5. berdasarkan segi ketepatan atau keluwesan prediksi ke depan:  perencanaan indikatif dan perencanaan perspektif
  6. berdasarkan sistem politiknya: perencanaan yang bersifat alokatif, inovatif, dan radikal  

Tipologi Perencanaan Pembangunan Daerah
Menurut UU No.32 tahun 2004, Pasal 150 (3)
  1. RPJP daerah, 20 tahun. Isi: visi, misi dan arah pembangunan daerah yang mangacu pada RPJP nasional    
  2. RPJM daerah, lima tahun. Isi: penjabaran visi, misi dan program kepala daerah, berpedoman pada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional. Memuat arah kebijakan keuangan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif    
  3. RKPD, satu tahun. Isi: rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, dengan mengacu pada rencana kerja Pemerintah    

Manfaat Perencanaan Pembangunan
  1. terhindar dari pemborosan waktu, uang dan tenaga     
  2. dimungkinkan dilakukan pemilihan berbagai alternatif     
  3. dimungkinkan perubahan yang perlu
  4. dimungkinkan evaluasi terhadap tindakan yang dilaksanakan     

Fungsi Perencanaan Pembangunan
  1. mengarahkan kegiatan (sebagai pedoman)        
  2. perkiraan potensi, prospek perkembangan, hambatan, risiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang       
  3. memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik
  4. penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan
  5. alat mengukur atau standar untuk pengawasan dan evaluasi    

Prosedur Perencanaan Pembangunan
A.W. Widjaja (1989). Perencanaan Fungsi Manajemen. Jakarta: Bina Aksara 
  1. penelitian pendahuluan       
  2. penetapan tujuan rencana pembangunan     
  3. penyusunan program rencana
  4. pelaksanaan rencana 
  5. pengawasan      


          Perencanaan Pembangunan Regional

Dina Suryawati, S.Sos, M.AP
          Pengertian Regional (Tarigan, 2006:114)
          Region dalam bahasa Indonesia lebih sering dipadankan dengan kata wilayah daripada daerah atau kawasan.
          Pengertian kawasan dapat disamakan dengan pengertian area dalam bhs Inggris yang menurut Webstern ialah wilayah yang mempunyai batas-batas yang jelas berdasarkan unsur-unsur yang sama misalnya kawasan hutan, kawasan industri dsb.
          Atas dasar itu pengertian region dalam bhs Inggris lebih tepat digunakan dg istilah wilayah dalam bhs Indonesia
          Wilayah sering diartikan sebagai satu kesatuan ruang secara geografi yang mempunyai tempat tertentu tanpa memperhatikan soal batas dan kondisinya. Sedangkan daerah dapat didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai batas secara jelas berdasarkan yuridiksi administratif
          Pengertian Regional:
          Morion Temple (1994), region diklasifikasikan berdasarkan hirarki ekonomi spasial (spatial economic hierarchy) yang masing-masing mempunyai peran yang berbeda, region diklasifikasikan menjadi empat yakni Lokal, regional, nasional, dan Internasional
          1. lokal, 2. Regional, 3. Nasional, 4. Internasional
          Dasar perwilayahan menurut Tarigan (2006:115) dapat dibedakan sebagai berikut:
          Berdasar wilayah administrasi pemerintahan, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan seperti propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan dusun atau lingkungan
          Berdasar kesamaan kondisi (homogeneity), yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik seperti desa peguningan, desa pedalaman
          Berdasar ruang lingkup pengaruh ekonomi seperti wilayah pelajar, wilayah pekerja dan sebagainya
          Berdasarkan wilayah perencanaan atau program, dalam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah atau pun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek seperti DAS Sei Wampu, DAS Sei Ular  dan lain-lain.
          Urgensi Perencanaan Pembangunaan Regional (Syafrizal, 2010:154)
          Kebijakan perencanaan pembangunan ditingkat wilayah (region) diperlukan karena kondisi, permasalahan dan potensi pembangunan yang dimiliki oleh suatu wilayah umumnya berbeda satu sama lain sehingga kebijakan yang diperlukan juga tidak sama.
          Antara satu daerah dengan daerah yang lainnya terdapat berbagai kaitan sosial ekonomi sehingga kondisi dan perkembangan pada suatu daerah tertentu akan mempengaruhi pula kondisi dan pembangunan daerah terkait
          Kebijakan pada tingkat nasional yang diberlakukan secara umum pada seluruh wilayah tidak akan sesuai untuk memecahkan masalah pembangunan pada masing-masing daerah

          Perencanaan Pembangunan Wilayah:
          Perspektif Analisis Perdesaan dan Perkotaan
          Beberapa Pemikiran Tentang Perdesaan (Setiono, 2011)
          Secara umum, perekonomian perdesaan ditandai oleh konsentrasi jumlah pelakunya yang tidak besar (disatu lokasi), variasi jenis ekonomi yang tidak banyak, serta dominasi kegiatan ekonomi di sektor-sektor primer tertentu terutama sektor pertanian.
          Perbedaan karakter antara perekonomian di perdesaan dan perkotaan sudah banyak dikupas orang, namun harus diakui masih sangat sedikit sekali kajian yang mampu memberikan solusi efektif bagi pengembangan perekonomian perdesaan. Sementara itu pembahasan mengenai peresaan tidak terbatas pada aspek ekonomi saja melainkan aspek sosial dan budaya
          Pada ranah sosial ekonomi, pemikiran terhadap pembangunan perdesaan banyak berkembang sejak tahun 1960an. Hal ini terutama berkaitan dengan fenomena kemiskinan yang cenderung semakin mencolok di perdesaan sehingga mendorong beberapa pemikir sosial mencoba mencari jawab mengapa daerah perdesaan cenderung miskin.
          Michael Lipton (1977) misalnya, melihat proses pemiskinan perdesaan sebagai fenomena yang urban bias, yakni kebijakan yang secara sistematis bergeser ke satu arah (urban) dan menyimpang dari arah perkembangan ideal hubungan perdesaan perkotaan terutama dalam hal alokasi sumber daya. Dalam konteks ini pemerataan alokasi sumberdaya condong memihak ke perkotaan sehingga menimbulkan disparitas spasial yang semakin besar dalam hal kesejahteraan dan pendapatan
          Hal diatas mendorong Robert Chambers(1983) untuk menulis tentang perencanaan pengembangan perdesaan. Chambers juga dikenal sebagai pengembang konsep Rapid Rural Appraisal (RRA)
          Ia menganjurkan cara pandang yang berkebalikan dari kebiasaan yang berlaku dalam melihat hubungan perkotaan dan perdesaan.
          Pada ranah aspek hubungan spasial ia menyarankan untuk melihat peran kawasan perdesaan (peripheri) sebagai prioritas dalam mendukung eksistensi kawasan perkotaan (core). Ranah spesialisasi menjadi prioritas utama dalam perencanaan
          Model pendekatan Chambers ini dikenal dengan istilah Putting the Last First
          Beberapa Pemikiran Tentang Perkotaan (Setiono, 2011)
          Di wilayah perkotaan terjadi  trend perkembangan ekonomi yang bertumbuh dan berkembang secara dinamis.
          Sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi, ekonomi perkotaan turut mengalami perubahan struktural yang perlahan-lahan bergeser dari dominan industri pengolahan menjadi dominan sektor jasa
          Perkembangan perekonomian kota modern yang bergerak ke dominan sektor jasa meningkatkan permintaan tinggi akan lahan komersial dan permukiman.
          Hal ini yang mendorong terjadinya relokasi industri dalam wilayah kota ke wilayah urban fringe
          Lahan-lahan industri yang semula berlokasi didalam kota perlahan-lahan terkonversi menjadi lahan komersial dan permukiman.
          Berkaitan dengan fenomena ini, maka strategi pengembangan perdesaan juga harus dapat mengantisipasi dan menagkap peluang-peluang ekonomi  yang mungkin timbul akibat relokasi industri tersebut.
          Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah efek negatif yang ditimbulkkan baik pada dimensi ekonomi, sosial maupun budaya masyarakat desa.
          Cina Akui Adanya 'Desa Kanker' Akibat Polusi








Kerusakan Lingkungan dan Sosial di Samarinda Akibat Tambang Batubara
          Syafrizal (2008 : 117) mengemukakan  berbagai penyebab ketimpangan antar daerah yakni:
          Perbedaan kandungan sumberdaya alam. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah yang kandungan sumberdaya alamnya cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya yang relative murah dibandingkan dengan daerah lain yang sumber daya  alamnya rendah.
           Perbedaan kondisi demografis. Kondisi demografis yang dimaksudkan disini adalah perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan. Kondisi demografis ini akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang bersangkutan.
          Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan.
          Lanjutan………………….
          Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar.
          Alokasi dana pembangunan antar wilayah. Alokasi dana yang tidak merata atau terkonsentrasi merupakan penyebab dari ketimpangan antar wilayah. Alokasi dana yang tidak tepat sasaran misalnya dana itu diberikan pada wilayah yang sudah mampu atau yang kurang membutuhkan juga menjadi salah satu factor pemicu ketimpangan antar wilayah.
           Empat Aliran Pemikiran Mengenai Keterbelakangan dan Ketimpangan antar Daerah ( Lay 1993:35) 
          The regional self-balance School of Thought
           The Regional Imbalance School of Thought,
          The Structural Dependency School of Thought, dan
          The State Policies School of Thought.
          The Regional Self Balance School of Thought
          Teori-teori di bawah aliran pemikiran Regional Self-Balance mendasarkan pada asumsi adanya ketimpangan ekonomi regional, dan seutuhnya percaya pada kearifan pasar sebagai alokator sumberdaya yang paling efisien, sekaligus agen terbaik dalam memberikan kemakmuran bagi semua daerah.
          Penganut aliaran ini percaya bahwa ketimpangan antar daerah merupakan fenomena yang pasti hadir pada fase awal upaya-upaya pembangunan, menurut pandangann Field 1980 menjelaskan bahwa penyebab ketimpangan tersebut adalah adanya perbedaan kemampuan untuk tumbuh yang sangat prinsipil antar satu daerah dengan daerah yang lainnya yang salah satu penyebabnya adalah kondisi geografis, aliran ini percaya bahwa dalam waktu yang panjang kekuatan pasar akan menemukan kiat tersendiri untuk mengoreksi kesenjangan yang terjadi melalui produktivitasnya dalam mengeksploitasi sumber daya yang ada.
          The Regional Imbalance School of Thought
          Bertolak belakang dengan keyakinan aliran pemikiran  The Regional Self Balance School of Thought , teori-teori dibawah naungan The Regional Imbalance School of Though justru memahami keterbelakangan daerah-daerah sebagai sesuatu yang inherent dengan mekanisme pasar. Holland, 1979 (dalam Lay 1993:39) yang memberikan skenario mekanisme kerja kekuatan pasar yang menurutnya memproduksi kesenjangan antar daerah. Ia memusatkan analisanya pada posisi monopolistic perusahaan besar dalam system ekonomi kapitalis saat sekarang.

          Oleh sebab itu penganut paham ini memberikan posisi yang sangat kuat dan istimewa  pada negara untuk melakonkan peran sebagai “pencipta” counter-poles yang bisa menarik masuk modal, tenaga kerja dan dengannya keuntungan yang diperoleh bisa dipertahankan dan tidak bermigrasi ke kawasan pusat, oleh sebab itu hal ini akan mengindikasikan tuntasnya persoalan keterbelakangan yang membelit daerah-daerah pinggiran.
           The Structural Dependency School of Thought
          The Structural Dependency tidak percaya pada optimistik dari intervensi pemerintah seperti yang diyakini pendukung The regional imbalance school of thought.
          Bagi para penganut teori ini keterbelakangan daerah-daerah diyakini sebagai kondisi yang wajib hukumnya bagi berkembangnya pusat-pusat kapitalis. Bahkan, keterbelakangan dan ketimpangan antar daerah adlah sebagai kekuatan akhir dari proses bekerjanya kekuatan pasar secara global. Tokoh utama dalam aliran ini adalah Raul Prebisch yang mengahdirkan konsepsi yang dikenal sebagai Centre-Periphery. Analisis Prebisch bertumpu pada konsep World System dimana negara-negara berkembang diyakini terjerat dalam system hubungan internasional yang bersifat eksploitatif, dan negara-negara berkembang senantiasa berkedudukan sebagai objek penderita. Sistem dunia ini ditandai oleh system kapitalisme.
          Salah satu teori yang dikembangkan oleh Prebisch (1997, 1980) pada prinsipnya membicarakan kecenderungan harga-harga produk pertanian dan bahan mentah untuk terus menerus merosot dihadapkan pada harga produk industri ketika keduanya berlaga di pasar internasional.
          The State policy School of State
          The State Policies School of Thought  menempatkan secara khusus peran negara dalam kajian mereka. Alasan prinsipil dibalik keterbelakangan dan kesenjangan antar daerah adalah bersumber pada kebijaksanaan negara. Kebijaksanaan yang bias, diskriminatif, tidak tepat dan sebagainya dipandang sebagai sebab-sebab yang penting dalam memahami fenomena yang ada.
          Salah satu contoh dari aliran pemikiran ini terekam dalam Urban Bias Theory yang dikembangkan oleh Lipton (1977), ia berargumentasi bahwa kemiskinan, keterbelakangan, yang menandai negara-negara dunia ketiga terutama masyarakat desa berasal dari sumber tunggal, bias kota. Bias kota ini adalah “state of mine” yakni suatu disposisi untuk mengambil keputusan mengenai alokasi sumberdaya melalui cara yang tidak bisa dijastifikasi baik berdasarkan pertimbangan efisiensi maupun equity. Bias kota menurut Lipton, berpangkal dari monopoli atas institusi-institusi misalnya pemerintah, partai politik, hukum, birokrasi, pendidikan, organisasi bisnis dan lain-lain yang telah “melicinkan” jalan bagi mereka guna menguasai kekuasaan untuk mengambil keputusan
          Mengukur Ketimpangan Ekonomi antar Wilayah
Untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kondisi dan perkembangan pembangunan regional dalam hal ini tendensi pemerataan pembangunan antar wilayah dianalisis degan menggunakan indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dikenal dengan formulasi Indeks Williamson (dalam Syafrizal, 2008:108) yang secara statistik ditampilkan sebagai berikut:
IW =
Dimana :
Y1 = PDRB per kapita di daerah i
Y   = PDRB perkapita rata-rata daerah
F1 = Jumlah penduduk di daerah i
N = Jumlah penduduk daerah

Besar kecilnya ketimpangan PDRB perkapita antar kecamatan memberikan gambaran mengenai kondisi dan perkembangan pembangunan di wilayah kabupaten atau kota. Angka indeks ketimpangan Williamson yang semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata  dan bila semakin jauh dari nol menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar.
   Pendekatan regional merupakan pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang paling kecil dengan potensi dan daya tarik masing-masing. Pendekatan regional semestinya dapat menjawab atas pertanyaan yang belum terjawab apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral seperti berikut ini (Tarigan, 2006:42):
          Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang
          Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan memungkinkan munculnya pusat-pusat pemukiman baru.
          Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun untuk mendukung perubahan struktur tersebut.
          Perlunya peyediaan berbagai fasilitas (sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, telepon, dan air bersih) yang seimbang pada pusat-pusat pemukiman.
          Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan metode transportasi) yang akan menghubungkan berbagai pusat kegiatan atau pemukiman secara efisien. 
          Perencanaan Pembangunan Sentralistis Vs Otonomi
          Pada saat pola pemerintahan dan pembangunan negara bersifat sentralisasi, kebijakan perencanaan pembangunan regional tidak terlalu menentukan dan hanya merupakan penunjang (sub-set) dari kebijakan pembangunan nasional.
          Apabila pola pemerintahan dan pembangunan nasional sudah bersifat terdesentralisasi, maka urgensi dan peran kebijakan pembangunan regional menjadi lebih besar dan penting
          Dalam kondisi demikian kebijakan pembangunan nasional lebih banyak berfungsi untuk memberikan arah pembangunan secara menyeluruh (makro) sedangkan kebijakan pembangunan wilayah (regional)terutama berfungsi untuk mendorong proses pembangunan pada daerah yang bersangkutan sesuai dengan potensi dan kondisi yang dimiliki daerah yang bersangkutan.
          Sasaran Perencanaan Pembangunan Regional (Winnick & Richargson, 1978 dalam Syafrizal, 2010):
  1. Kemakmuran Wilayah (Place Prosperity)
  2. Kemakmuran Masyarakat (People Prosperity)
          Kemakmuran Wilayah (Place Prosperity)
          Kondisi umum yang diinginkan adalah terwujudnya kondisi fisik daerah yang maju meliputi sarana dan prasarana, perumahan, lingkungan, pemukiman, fasilitas sosial dibidang pendidikan, kesehatan dll
          Apabila kemakmuran wilayah menjadi sasaran utama pembangunan daerah besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat cepat karena didorong oleh kondisi daerah yang sudah baik khususnya sarana dan prasarana
          Persoalan yang muncul kemudian adalah kemajuan yang dimiliki daerah yang bersangkutan akan dinikmati oleh para pendatang yang kualitas SDMnya lebih baik daripada penduduk setempat.
          Kemakmuran Masyarakat (People Prosperity)
          Bilamana kemakmuran masyarakat menjadi sasaran utama pembangunan daerah maka tekanan utama pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk setempat.
          Program dan kegiatan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam bentuk pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, penerapan teknologi tepat guna dan lain-lain
          Perhatian juga akan lebih diarahkan untuk kegiatan peningkatan produksi masyarakat setempat, seperti sektor pertanian, perkebunan dll, ekonomi kerakyatan serta peningkatan pemberdayaan masyarakat
          Memadukan Pendekatan Regional dan Sektoral dalam Perencanaan Pembangunan
          Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat wilayah mana yang akan berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun dan sebagainya. Pendekatan regional saja tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor per sektor atau komoditi per komoditi. Pendekatan regional tidak akan mampu menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan, berapa luas dan apakah pasar masih menyerap komoditi itu. Atas dasar alasan tersebut, pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional (Tarigan 2006:43).




          Tipe Perencanaan
          (Glasson, 1974  dalam Syafrizal, 2010 )
          Glasson (1974) menyebutkan tipe-tipe perencanaan:
  1. Physical Planning and Economic Planning
  2. Allocative and Innovative Planning
  3. Multi or Single Objective Planning
  4. Indicative or Imperative Planning
          Physical Planning and Economic Planning:
ü  Physical planning atau perencanaan fisik adalah perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah, misalnya perencanaan tata ruang, tata guna lahan, jalur transportasi, penyediaan infrastruktur
ü  Economic planning berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah
ü  Perencanaan ekonomi lebih didasarkan atas mekanisme pasar, sedangkan perencanaan fisik lebih didasrkan pada kelayakan teknis
          Lanjutan…………..
ü  Perencanaan terpadu: perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan ekonomi
ü  Ada keadaan dimana hasil dari perencanaan fisik harus dipertimbangkan dalam perencanaan ekonomi misalnya dalam hal tata ruang
ü  Ada keadaan dimana perencanaan ekonomi dan perencanaan fisik menjadi tumpang tindih, misalnya perencanaan ekonomi yang langsung dibarengi dengan proyek-proyek fisik yang akan dibangun atau perencanaan fisik yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi untuk menjustifikasi proyek fisik tersebut 
          Allocative and Innovative Planning
          Pembedaan ini didasarkan atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut.
          Perencanaan alokatif berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama.
          Inti kegiatan dari perencanaan alokatif adalah koordinasi dan sinkronisasi agar sistem kerja untuk mencapai tujuan dapat berjalan secara efektif dan efisien sepanjang waktu
          Perencanaan alokatif sering disebut regulatory planning atau mengatur pelaksanaan
          Dalam perencanaan alokatif tidak membuat prosedur atau metode baru
          Lanjutan…………
          Dalam perencanaan inovatif, para perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam menetapkan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target tersebut
          Hal ini berarti mereka dapat menetapkan prosedur atau cara-cara baru yang penting target itu dapat tercapai atau terlampaui
          Wujud dari perencanaan ini adalah menciptakan sistem yang baru ataupun perubahan yang memberikan hasil akhir yang lebih baik
          Multi or Single Objective Planning
          Pembedaan ini didasarkan atas luas pandang (skop) yang tercakup yaitu antara perencanaan yang bertujuan jamak dan perencanaan yang bertujuan tunggal
          Perencanaan bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal
          Perencanaan yang bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki beberapa tujuan sekaligus
          Indicative or Imperative Planning
          Perbedaan ini didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari institusi pelaksana
          Perencanaan indikatif adalah perencanaan dimana tujuan yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi artinya tidak dipatok dengan jelas
          Tujuan bisa juga dinyatakan dalam bentuk indikator tertentu namun indikator itu bisa konkret dan bisa hanya perkiraan
          Tidak diatur bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat petunjuk maupun pedoman tetapi pedoman itu tidak terlalu mengikat
          Perencanaan imperatif adalah perencanaan yang mengatur baik sasaran, pprosedur, pelaksana waktu dll sehingga perencanaan ini disebut juga perencanaan sisitem komando.