PERENCANAAN
Djoko Sutarjo (1985). Beberapa Pengertian Perencanaan
Fisik. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Usaha untuk memanfaatkan
sumber yang tersedia dgn
memperhatikan segala keterbatasan, yang berguna untuk mencapai suatu tujuan
secara efisien dan efektif.
Soekartawi (1990). Prinsip Dasar Perencanaan
Pembangunan: Dengan Pokok Bahasan Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah.
Jakarta: CV. Rajawali.
Mengambil suatu kebijakan
dengan mempertimbangkan: (1) alternatif terbaik dengan mempertimbangkan skala
prioritas; (2) alokasi sumberdaya yang tersedia; (3) kepentingan masy banyak;
(4) tujuan yang ingin dicapai; dan (5) kepentingan masa depan.
Bintoro Tjokroamidjoyo (1995). Perencanaan Pembangunan.
Jakarta: Gunung Agung.
Suatu cara atau alat untuk
mencapai tujuan. Sebagai alat atau cara, perencanaan memiliki lima arti
penting:
- pengarahan kegiatan, pedoman pelaksanaan kegiatan;
- dapat membuat perkiraan (forecasting) terhadap potensi-potensi, prospek perkembangan, hambatan-hambatan dan risiko yang mungkin dihadapi;
- memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif terbaik (the best alternative) dan kombinasi terbaik (the best combination);
- dapat dilakukan penyusunan skala prioritas, memilih urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya;
- ada alat pengukur atau standar untuk melakukan pengawasan atau evaluasi (control/evaluation).
M. Munandar (1997). Budgeting, Perencanaan
Kota, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Edisi I. Yogyakarta:
BPFE-UGM.
Penentuan terlebih
dahulu tentang aktivitas yang akan dilakukan di waktu yang akan datang
Lincolin Arsyad (1999). Ekonomi Pembagunan.
Yogyakarta: Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Suatu proses yang
berkesinambungan yang mencakup keputusan atau pilihan berbagai alternatif
penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan tertentu pada masa yang akan
datang.
Mengapa Perencanaan
Penting ?
Sondang P. Siagian (1989). Perencanaan Pembangunan: Suatu
Pengantar. Semarang: Satya Wacana.
Empat alasan yang mendasari
pentingnya suatu perencanaan:
- sumber-sumber yang tersedia selalu terbatas, sedangkan tujuan yang hendak dicapai tidak pernah terbatas;
- harus selalu memperhatikan kondisi dan situasi dalam masyarakat, baik bersifat positif maupun negatif;
- organisasi tidak dapat melepaskan diri dari berbagai jenis pertanggung jawaban;
- anggota organisasi dihadapkan pada keterbatasan, baik fisik, mental dan biologis, sehingga harus diusahakan terciptanya suatu iklim kerjasama yang baik.
Alexander Abe (2005). Perencanaan Daerah
Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan
- ada kebutuhan untuk menjalankan agenda pembangunan scr maksimal, tepat dan hemat dalam menggunakan sumber yang ada
- adanya kebutuhan untuk mentransformasikan masyarakat dari tatanan lama ke tatanan baru.
PEMBANGUNAN
Ibnu Syamsi (1986). Pokok-pokok Kebijaksanaan,
Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional.
Jakarta: CV Rajawali.
Proses perubahan sistem yg
direncanakan dan pertumbuhan menuju ke arah perubahan yg berorientasi pd
modernitas, nation building dan kemajuan sosial ekonomi.
Sondang P. Siagian (1993). Administrasi Pembangunan.
Jakarta: PT. Gunung Agung
Suatu usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (nations
building).
Bintoro Tjokroamidjoyo (1995). Perencanaan Pembangunan.
Jakarta: Gunung Agung
Usaha perubahan dari suatu
kondisi kemasyarakatan tertentu ke suatu kondisi kemasyarakatan yg dianggap
lebih baik (lebih
diinginkan).
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Riyadi dan Deddy
Supriady Bratakusumah
(2004). Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Proses perumusan
alternatif atau keputusan
yang didasarkan
pada data dan fakta
yang akan digunakan
sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan
kemasyarakatan,
baik yang bersifat
fisik maupun nonfisik,
dalam rangka
mencapai tujuan yang lebih baik.
Ciri-Ciri
Bintoro
Tjokroamidjoyo
(1995). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.
- Peningkatan produktvitas nasional
- Berorientasi pada pendapatan per kapita
- Mengubah struktur ekonomi
- Perluasan kesempatan kerja
- Pemerataan pembangunan
- Peningkatan lembaga ekonomi masy yg menunjang pembangunan
- Ada pentahapan didasarkan pd kemampuan nasional
- Terus menerus menjaga stabilitas ekonomi
- Tujuan pembangunan yg fundamental dan berjangka panjang.
Unsur-Unsur Secara
Umum
- Tujuan
- Kebijakan
- Prosedur
- Progres (kemajuan), standar yang akan dicapai
- Program
Unsur-Unsur Pokok
Bintoro
Tjokroamidjoyo
(1995). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.
- Kebijakan dasar atau strategi dasar
- Kerangka rencana yg menghubungkan berbagai variabel pembangunan
- Perkiraan sumberdaya
- Konsistensi kebijakan (fiskal, anggaran, dsb.)
- Program investasi
- Administrasi pembangunan (termasuk kelembagaan)
Unsur-Unsur
Perencanaan
Ibnu Syamsi (1986). Pokok-pokok Kebijaksanaan,
Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan
Regional. Jakarta: CV Rajawali.
- Apa (what), materi kegiatan apa yang akan dilaksanakan
- Mengapa (why), alasan memilih dan menetapkan kegiatan tersebut dan mengapa diprioritaskan
- Bagaimana dan berapa (how dan how much), cara dan teknis pelaksanaan dan berapa dana yang tersedia
- Dimana (where), pemilihan tempat strategis untuk pelaksanaan kegiatan
- Kapan (when), pemilihan waktu yang tepat dalam pelaksanaannya
- Siapa (who) siapa orang yang akan melaksanaan kegiatan tersebut.
Unsur-Unsur
Perencanaan Pembangunan
Riyadi dan Deddy
Supriady Bratakusumah
(2004). Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
- Memilih atau membuat pilihan yang berkenaan dengan skala prioritas
- Mengalokasikan sumberdaya
- Alat untuk mencapai tujuan
- Berhubungan dengan masa yang akan datang
- Merupakan kegiatan yang berkesinambungan
Prinsip Perencanaan
Ideal
Menurut Ginanjar
da;a, Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004).
- Partisipatif, masyarakat harus turut serta dalam prosesnya;
- Berkesinambungan, tidak hanya berhenti pada satu tahap saja, dan menjamin adanya kemajuan terus menerus;
- Holistik, harus dilihat dari berbagai aspek dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan.
Jenis-Jenis
Perencanaan Pembangunan
Riyadi dan Deddy
Supriady Bratakusumah
(2004). Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
- berdasarkan ruang lingkup, tujuan dan sasarannya: perencanaan nasional, sektoral, dan spasial
- berdasarkan jangkauan dan hierarkinya: perencanaan tingkat pusat dan daerah
- berdasarkan jangka waktu: perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang
- berdasarkan arus informasi atau proses hierarki penyusunannya: top-down planning, bottom-up planning, dan perencanaan kombinasi antara keduanya
- berdasarkan segi ketepatan atau keluwesan prediksi ke depan: perencanaan indikatif dan perencanaan perspektif
- berdasarkan sistem politiknya: perencanaan yang bersifat alokatif, inovatif, dan radikal
Tipologi
Perencanaan Pembangunan Daerah
Menurut UU No.32 tahun
2004, Pasal 150 (3)
- RPJP daerah, 20 tahun. Isi: visi, misi dan arah pembangunan daerah yang mangacu pada RPJP nasional
- RPJM daerah, lima tahun. Isi: penjabaran visi, misi dan program kepala daerah, berpedoman pada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional. Memuat arah kebijakan keuangan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif
- RKPD, satu tahun. Isi: rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, dengan mengacu pada rencana kerja Pemerintah
Manfaat Perencanaan
Pembangunan
- terhindar dari pemborosan waktu, uang dan tenaga
- dimungkinkan dilakukan pemilihan berbagai alternatif
- dimungkinkan perubahan yang perlu
- dimungkinkan evaluasi terhadap tindakan yang dilaksanakan
Fungsi Perencanaan
Pembangunan
- mengarahkan kegiatan (sebagai pedoman)
- perkiraan potensi, prospek perkembangan, hambatan, risiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang
- memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik
- penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan
- alat mengukur atau standar untuk pengawasan dan evaluasi
Prosedur
Perencanaan Pembangunan
A.W. Widjaja (1989). Perencanaan
Fungsi Manajemen. Jakarta: Bina Aksara
- penelitian pendahuluan
- penetapan tujuan rencana pembangunan
- penyusunan program rencana
- pelaksanaan rencana
- pengawasan
•
Perencanaan
Pembangunan Regional
Dina Suryawati, S.Sos, M.AP
Dina Suryawati, S.Sos, M.AP
•
Pengertian Regional (Tarigan, 2006:114)
•
Region dalam bahasa Indonesia lebih sering
dipadankan dengan kata wilayah daripada daerah atau kawasan.
•
Pengertian kawasan dapat disamakan dengan
pengertian area dalam bhs Inggris yang menurut Webstern ialah wilayah
yang mempunyai batas-batas yang jelas berdasarkan unsur-unsur yang sama
misalnya kawasan hutan, kawasan industri dsb.
•
Atas dasar itu pengertian region dalam
bhs Inggris lebih tepat digunakan dg istilah wilayah dalam bhs Indonesia
•
Wilayah
sering diartikan sebagai satu kesatuan ruang secara geografi yang mempunyai
tempat tertentu tanpa memperhatikan soal batas dan kondisinya. Sedangkan daerah
dapat didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai batas secara jelas
berdasarkan yuridiksi administratif
•
Pengertian
Regional:
•
Morion
Temple (1994), region diklasifikasikan berdasarkan hirarki ekonomi
spasial (spatial economic hierarchy) yang masing-masing mempunyai peran
yang berbeda, region diklasifikasikan menjadi empat yakni Lokal, regional,
nasional, dan Internasional
•
1.
lokal, 2. Regional, 3. Nasional, 4. Internasional
•
Dasar perwilayahan menurut Tarigan (2006:115) dapat dibedakan sebagai
berikut:
•
Berdasar
wilayah administrasi pemerintahan, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan
pemerintahan seperti propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan
dusun atau lingkungan
•
Berdasar
kesamaan kondisi (homogeneity), yang paling umum adalah kesamaan kondisi
fisik seperti desa peguningan, desa pedalaman
•
Berdasar
ruang lingkup pengaruh ekonomi seperti wilayah pelajar, wilayah pekerja dan
sebagainya
•
Berdasarkan
wilayah perencanaan atau program, dalam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah
atau pun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek seperti DAS Sei
Wampu, DAS Sei Ular dan lain-lain.
•
Urgensi Perencanaan Pembangunaan Regional (Syafrizal, 2010:154)
•
Kebijakan
perencanaan pembangunan ditingkat wilayah (region) diperlukan karena kondisi,
permasalahan dan potensi pembangunan yang dimiliki oleh suatu wilayah umumnya
berbeda satu sama lain sehingga kebijakan yang diperlukan juga tidak sama.
•
Antara
satu daerah dengan daerah yang lainnya terdapat berbagai kaitan sosial ekonomi
sehingga kondisi dan perkembangan pada suatu daerah tertentu akan mempengaruhi
pula kondisi dan pembangunan daerah terkait
•
Kebijakan
pada tingkat nasional yang diberlakukan secara umum pada seluruh wilayah tidak
akan sesuai untuk memecahkan masalah pembangunan pada masing-masing daerah
•
Perencanaan Pembangunan Wilayah:
•
Perspektif Analisis Perdesaan dan Perkotaan
•
Beberapa Pemikiran Tentang Perdesaan
(Setiono, 2011)
•
Secara umum, perekonomian perdesaan ditandai
oleh konsentrasi jumlah pelakunya yang tidak besar (disatu lokasi), variasi
jenis ekonomi yang tidak banyak, serta dominasi kegiatan ekonomi di
sektor-sektor primer tertentu terutama sektor pertanian.
•
Perbedaan karakter antara perekonomian di
perdesaan dan perkotaan sudah banyak dikupas orang, namun harus diakui masih
sangat sedikit sekali kajian yang mampu memberikan solusi efektif bagi
pengembangan perekonomian perdesaan. Sementara itu pembahasan mengenai peresaan
tidak terbatas pada aspek ekonomi saja melainkan aspek sosial dan budaya
•
Pada ranah sosial ekonomi, pemikiran terhadap
pembangunan perdesaan banyak berkembang sejak tahun 1960an. Hal ini terutama
berkaitan dengan fenomena kemiskinan yang cenderung semakin mencolok di
perdesaan sehingga mendorong beberapa pemikir sosial mencoba mencari jawab
mengapa daerah perdesaan cenderung miskin.
•
Michael Lipton (1977) misalnya, melihat proses
pemiskinan perdesaan sebagai fenomena yang urban bias, yakni kebijakan yang
secara sistematis bergeser ke satu arah (urban) dan menyimpang dari arah
perkembangan ideal hubungan perdesaan perkotaan terutama dalam hal alokasi
sumber daya. Dalam konteks ini pemerataan alokasi sumberdaya condong memihak ke
perkotaan sehingga menimbulkan disparitas spasial yang semakin besar dalam hal
kesejahteraan dan pendapatan
•
Hal diatas mendorong Robert Chambers(1983) untuk
menulis tentang perencanaan pengembangan perdesaan. Chambers juga dikenal
sebagai pengembang konsep Rapid Rural Appraisal (RRA)
•
Ia menganjurkan cara pandang yang berkebalikan
dari kebiasaan yang berlaku dalam melihat hubungan perkotaan dan perdesaan.
•
Pada ranah aspek hubungan spasial ia menyarankan
untuk melihat peran kawasan perdesaan (peripheri) sebagai prioritas
dalam mendukung eksistensi kawasan perkotaan (core). Ranah spesialisasi
menjadi prioritas utama dalam perencanaan
•
Model pendekatan Chambers ini dikenal dengan
istilah Putting the Last First
•
Beberapa Pemikiran Tentang Perkotaan
(Setiono, 2011)
•
Di wilayah perkotaan terjadi trend perkembangan ekonomi yang bertumbuh dan
berkembang secara dinamis.
•
Sejalan dengan berkembangnya teknologi
informasi, ekonomi perkotaan turut mengalami perubahan struktural yang
perlahan-lahan bergeser dari dominan industri pengolahan menjadi dominan sektor
jasa
•
Perkembangan perekonomian kota modern yang
bergerak ke dominan sektor jasa meningkatkan permintaan tinggi akan lahan
komersial dan permukiman.
•
Hal ini yang mendorong terjadinya relokasi
industri dalam wilayah kota ke wilayah urban fringe
•
Lahan-lahan industri yang semula berlokasi
didalam kota perlahan-lahan terkonversi menjadi lahan komersial dan permukiman.
•
Berkaitan dengan fenomena ini, maka strategi
pengembangan perdesaan juga harus dapat mengantisipasi dan menagkap
peluang-peluang ekonomi yang mungkin
timbul akibat relokasi industri tersebut.
•
Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah
efek negatif yang ditimbulkkan baik pada dimensi ekonomi, sosial maupun budaya
masyarakat desa.
•
Cina Akui Adanya 'Desa Kanker' Akibat Polusi
Kerusakan Lingkungan dan Sosial di Samarinda Akibat Tambang Batubara
•
Syafrizal (2008 : 117) mengemukakan
berbagai penyebab ketimpangan antar daerah yakni:
•
Perbedaan
kandungan sumberdaya alam. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan
mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah yang
kandungan sumberdaya alamnya cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang
tertentu dengan biaya yang relative murah dibandingkan dengan daerah lain yang
sumber daya alamnya rendah.
•
Perbedaan kondisi demografis. Kondisi
demografis yang dimaksudkan disini adalah perbedaan tingkat pertumbuhan dan
struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan
kondisi ketenagakerjaan. Kondisi demografis ini akan mempengaruhi ketimpangan
pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang bersangkutan.
•
Kurang
lancarnya mobilitas barang dan jasa. Alasannya adalah karena bila mobilitas
tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual
ke daerah lain yang membutuhkan.
•
Lanjutan………………….
•
Konsentrasi
kegiatan ekonomi wilayah. Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup
tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan
antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada
daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar.
•
Alokasi
dana pembangunan antar wilayah. Alokasi dana yang tidak merata atau
terkonsentrasi merupakan penyebab dari ketimpangan antar wilayah. Alokasi dana
yang tidak tepat sasaran misalnya dana itu diberikan pada wilayah yang sudah
mampu atau yang kurang membutuhkan juga menjadi salah satu factor pemicu
ketimpangan antar wilayah.
•
Empat Aliran Pemikiran
Mengenai Keterbelakangan dan Ketimpangan antar Daerah ( Lay 1993:35)
•
The regional self-balance School of Thought
•
The Regional Imbalance School of
Thought,
•
The Structural Dependency School of Thought, dan
•
The State Policies School of Thought.
•
The Regional Self Balance School of Thought
•
Teori-teori
di bawah aliran pemikiran Regional Self-Balance mendasarkan pada asumsi
adanya ketimpangan ekonomi regional, dan seutuhnya percaya pada kearifan pasar
sebagai alokator sumberdaya yang paling efisien, sekaligus agen terbaik dalam
memberikan kemakmuran bagi semua daerah.
•
Penganut
aliaran ini percaya bahwa ketimpangan antar daerah merupakan fenomena yang
pasti hadir pada fase awal upaya-upaya pembangunan, menurut pandangann Field
1980 menjelaskan bahwa penyebab ketimpangan tersebut adalah adanya perbedaan
kemampuan untuk tumbuh yang sangat prinsipil antar satu daerah dengan daerah
yang lainnya yang salah satu penyebabnya adalah kondisi geografis, aliran ini
percaya bahwa dalam waktu yang panjang kekuatan pasar akan menemukan kiat
tersendiri untuk mengoreksi kesenjangan yang terjadi melalui produktivitasnya
dalam mengeksploitasi sumber daya yang ada.
•
The Regional Imbalance School of Thought
•
Bertolak
belakang dengan keyakinan aliran pemikiran
The Regional Self Balance School of Thought , teori-teori dibawah
naungan The Regional Imbalance School of Though justru memahami
keterbelakangan daerah-daerah sebagai sesuatu yang inherent dengan
mekanisme pasar. Holland,
1979 (dalam Lay 1993:39) yang memberikan skenario mekanisme kerja kekuatan
pasar yang menurutnya memproduksi kesenjangan antar daerah. Ia memusatkan
analisanya pada posisi monopolistic perusahaan besar dalam system
ekonomi kapitalis saat sekarang.
•
Oleh
sebab itu penganut paham ini memberikan posisi yang sangat kuat dan
istimewa pada negara untuk melakonkan
peran sebagai “pencipta” counter-poles yang bisa menarik masuk modal,
tenaga kerja dan dengannya keuntungan yang diperoleh bisa dipertahankan dan
tidak bermigrasi ke kawasan pusat, oleh sebab itu hal ini akan mengindikasikan
tuntasnya persoalan keterbelakangan yang membelit daerah-daerah pinggiran.
•
The Structural
Dependency School of Thought
•
The
Structural Dependency
tidak percaya pada optimistik dari intervensi pemerintah seperti yang diyakini
pendukung The regional imbalance school of thought.
•
Bagi
para penganut teori ini keterbelakangan daerah-daerah diyakini sebagai kondisi
yang wajib hukumnya bagi berkembangnya pusat-pusat kapitalis. Bahkan,
keterbelakangan dan ketimpangan antar daerah adlah sebagai kekuatan akhir dari
proses bekerjanya kekuatan pasar secara global. Tokoh utama dalam aliran ini
adalah Raul Prebisch yang mengahdirkan konsepsi yang dikenal sebagai Centre-Periphery.
Analisis Prebisch bertumpu pada konsep World System dimana negara-negara
berkembang diyakini terjerat dalam system hubungan internasional yang bersifat
eksploitatif, dan negara-negara berkembang senantiasa berkedudukan sebagai
objek penderita. Sistem dunia ini ditandai oleh system kapitalisme.
•
Salah
satu teori yang dikembangkan oleh Prebisch (1997, 1980) pada prinsipnya
membicarakan kecenderungan harga-harga produk pertanian dan bahan mentah untuk
terus menerus merosot dihadapkan pada harga produk industri ketika keduanya
berlaga di pasar internasional.
•
The State policy School of State
•
The State Policies School of Thought menempatkan secara khusus peran negara dalam
kajian mereka. Alasan
prinsipil dibalik keterbelakangan dan kesenjangan antar daerah adalah bersumber
pada kebijaksanaan negara. Kebijaksanaan yang bias, diskriminatif, tidak tepat
dan sebagainya dipandang sebagai sebab-sebab yang penting dalam memahami
fenomena yang ada.
•
Salah
satu contoh dari aliran pemikiran ini terekam dalam Urban Bias Theory
yang dikembangkan oleh Lipton (1977), ia berargumentasi bahwa kemiskinan,
keterbelakangan, yang menandai negara-negara dunia ketiga terutama masyarakat
desa berasal dari sumber tunggal, bias kota. Bias kota ini adalah “state of
mine” yakni suatu disposisi untuk mengambil keputusan mengenai alokasi
sumberdaya melalui cara yang tidak bisa dijastifikasi baik berdasarkan
pertimbangan efisiensi maupun equity. Bias kota menurut Lipton,
berpangkal dari monopoli atas institusi-institusi misalnya pemerintah, partai
politik, hukum, birokrasi, pendidikan, organisasi bisnis dan lain-lain yang
telah “melicinkan” jalan bagi mereka guna menguasai kekuasaan untuk mengambil
keputusan
•
Mengukur
Ketimpangan Ekonomi antar Wilayah
Untuk memberikan gambaran
yang lebih baik tentang kondisi dan perkembangan pembangunan regional dalam hal
ini tendensi pemerataan pembangunan antar wilayah dianalisis degan menggunakan
indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dikenal dengan
formulasi Indeks Williamson (dalam Syafrizal, 2008:108) yang secara statistik
ditampilkan sebagai berikut:
IW =
Dimana :
Y1 = PDRB per kapita di
daerah i
Y = PDRB perkapita rata-rata daerah
F1 = Jumlah penduduk di
daerah i
N = Jumlah penduduk daerah
Besar kecilnya ketimpangan
PDRB perkapita antar kecamatan memberikan gambaran mengenai kondisi dan
perkembangan pembangunan di wilayah kabupaten atau kota. Angka indeks
ketimpangan Williamson yang semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan
ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata dan bila semakin jauh dari nol menunjukkan
ketimpangan yang semakin melebar.
Pendekatan regional merupakan pendekatan
yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang paling
kecil dengan potensi dan daya tarik masing-masing. Pendekatan regional
semestinya dapat menjawab atas pertanyaan yang belum terjawab apabila hanya
menggunakan pendekatan sektoral seperti berikut ini (Tarigan, 2006:42):
•
Lokasi
dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang
•
Penyebaran
penduduk di masa yang akan datang dan memungkinkan munculnya pusat-pusat
pemukiman baru.
•
Adanya
perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun untuk
mendukung perubahan struktur tersebut.
•
Perlunya
peyediaan berbagai fasilitas (sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, telepon,
dan air bersih) yang seimbang pada pusat-pusat pemukiman.
•
Perencanaan
jaringan penghubung (prasarana dan metode transportasi) yang akan menghubungkan
berbagai pusat kegiatan atau pemukiman secara efisien.
•
Perencanaan
Pembangunan Sentralistis Vs Otonomi
•
Pada
saat pola pemerintahan dan pembangunan negara bersifat sentralisasi, kebijakan
perencanaan pembangunan regional tidak terlalu menentukan dan hanya merupakan
penunjang (sub-set) dari kebijakan pembangunan nasional.
•
Apabila
pola pemerintahan dan pembangunan nasional sudah bersifat terdesentralisasi,
maka urgensi dan peran kebijakan pembangunan regional menjadi lebih besar dan
penting
•
Dalam
kondisi demikian kebijakan pembangunan nasional lebih banyak berfungsi untuk
memberikan arah pembangunan secara menyeluruh (makro) sedangkan kebijakan
pembangunan wilayah (regional)terutama berfungsi untuk mendorong proses
pembangunan pada daerah yang bersangkutan sesuai dengan potensi dan kondisi
yang dimiliki daerah yang bersangkutan.
•
Sasaran Perencanaan Pembangunan Regional (Winnick & Richargson, 1978
dalam Syafrizal, 2010):
- Kemakmuran Wilayah (Place Prosperity)
- Kemakmuran Masyarakat (People Prosperity)
•
Kemakmuran Wilayah (Place Prosperity)
•
Kondisi
umum yang diinginkan adalah terwujudnya kondisi fisik daerah yang maju meliputi
sarana dan prasarana, perumahan, lingkungan, pemukiman, fasilitas sosial
dibidang pendidikan, kesehatan dll
•
Apabila
kemakmuran wilayah menjadi sasaran utama pembangunan daerah besar kemungkinan
pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat cepat karena didorong oleh kondisi
daerah yang sudah baik khususnya sarana dan prasarana
•
Persoalan
yang muncul kemudian adalah kemajuan yang dimiliki daerah yang bersangkutan
akan dinikmati oleh para pendatang yang kualitas SDMnya lebih baik daripada
penduduk setempat.
•
Kemakmuran Masyarakat (People Prosperity)
•
Bilamana
kemakmuran masyarakat menjadi sasaran utama pembangunan daerah maka tekanan
utama pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk
setempat.
•
Program
dan kegiatan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya
manusia dalam bentuk pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan,
penerapan teknologi tepat guna dan lain-lain
•
Perhatian
juga akan lebih diarahkan untuk kegiatan peningkatan produksi masyarakat
setempat, seperti sektor pertanian, perkebunan dll, ekonomi kerakyatan serta
peningkatan pemberdayaan masyarakat
•
Memadukan
Pendekatan Regional dan Sektoral dalam Perencanaan Pembangunan
•
Pendekatan
sektoral saja tidak akan mampu melihat wilayah mana yang akan berkembang,
wilayah mana yang kurang terbangun dan sebagainya. Pendekatan regional saja
tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup
detail untuk membahas sektor per sektor atau komoditi per komoditi. Pendekatan
regional tidak akan mampu menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan
dikembangkan, berapa luas dan apakah pasar masih menyerap komoditi itu. Atas
dasar alasan tersebut, pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara
pendekatan sektoral dan pendekatan regional (Tarigan 2006:43).
•
Tipe
Perencanaan
•
(Glasson,
1974 dalam Syafrizal, 2010 )
•
Glasson (1974) menyebutkan tipe-tipe perencanaan:
- Physical Planning and Economic Planning
- Allocative and Innovative Planning
- Multi or Single Objective Planning
- Indicative or Imperative Planning
•
Physical Planning and Economic Planning:
ü
Physical planning atau perencanaan fisik adalah perencanaan untuk mengubah atau
memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah, misalnya perencanaan tata ruang,
tata guna lahan, jalur transportasi, penyediaan infrastruktur
ü
Economic planning berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan
langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah
ü
Perencanaan
ekonomi lebih didasarkan atas mekanisme pasar, sedangkan perencanaan fisik
lebih didasrkan pada kelayakan teknis
•
Lanjutan…………..
ü
Perencanaan
terpadu: perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang
ditetapkan dalam perencanaan ekonomi
ü
Ada
keadaan dimana hasil dari perencanaan fisik harus dipertimbangkan dalam
perencanaan ekonomi misalnya dalam hal tata ruang
ü
Ada
keadaan dimana perencanaan ekonomi dan perencanaan fisik menjadi tumpang
tindih, misalnya perencanaan ekonomi yang langsung dibarengi dengan
proyek-proyek fisik yang akan dibangun atau perencanaan fisik yang dilengkapi
dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi untuk menjustifikasi proyek fisik
tersebut
•
Allocative and Innovative Planning
•
Pembedaan
ini didasarkan atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut.
•
Perencanaan
alokatif berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada
level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama.
•
Inti
kegiatan dari perencanaan alokatif adalah koordinasi dan sinkronisasi agar
sistem kerja untuk mencapai tujuan dapat berjalan secara efektif dan efisien
sepanjang waktu
•
Perencanaan
alokatif sering disebut regulatory planning atau mengatur pelaksanaan
•
Dalam
perencanaan alokatif tidak membuat prosedur atau metode baru
•
Lanjutan…………
•
Dalam
perencanaan inovatif, para perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam
menetapkan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target tersebut
•
Hal
ini berarti mereka dapat menetapkan prosedur atau cara-cara baru yang penting
target itu dapat tercapai atau terlampaui
•
Wujud
dari perencanaan ini adalah menciptakan sistem yang baru ataupun perubahan yang
memberikan hasil akhir yang lebih baik
•
Multi or Single Objective Planning
•
Pembedaan
ini didasarkan atas luas pandang (skop) yang tercakup yaitu antara perencanaan
yang bertujuan jamak dan perencanaan yang bertujuan tunggal
•
Perencanaan
bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu yang
dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal
•
Perencanaan
yang bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki beberapa tujuan sekaligus
•
Indicative or Imperative Planning
•
Perbedaan
ini didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari
institusi pelaksana
•
Perencanaan
indikatif adalah perencanaan dimana tujuan yang hendak dicapai hanya dinyatakan
dalam bentuk indikasi artinya tidak dipatok dengan jelas
•
Tujuan
bisa juga dinyatakan dalam bentuk indikator tertentu namun indikator itu bisa
konkret dan bisa hanya perkiraan
•
Tidak
diatur bagaimana cara untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat petunjuk maupun
pedoman tetapi pedoman itu tidak terlalu mengikat
•
Perencanaan
imperatif adalah perencanaan yang mengatur baik sasaran, pprosedur, pelaksana
waktu dll sehingga perencanaan ini disebut juga perencanaan sisitem komando.